Semeru. sejak bulan November 2013 gunung ini sudah aku jadi checkpoint hiking selanjutnya. Desember, Januari dan April adalah bulan-bulan yang menjadi saksi rencana keberangkatanku. tapi semua itu masih belum bisa terlaksana hingga hari dimana aku menulis tulisan ini. Kecelakaan hingga masalah transport memang menjadi kendalanya. tapi anggap saja itu semua adalah hal biasa yang memang akan dialami semua orang, hal yang tak terduga. Dan bulan ini. tepat bulan Agustus dimana para hikers akan melaksanakan upacara kenegaraan di puncak Semeru, lagi. sama seperti tahun-tahun sebelumnya. entah apa yang sebenarnya akan terjadi tapi aku masih belum berjodoh dengan Semeru untuk bulan ini juga, sama nasibnya bulan Desember, Januari dan April. Ospek universitas akan dilaksanakan dua hari setelah tanggal 17 agustus. dan sulit rasanya menempuh perjalanan pulang ke Bandung dalam jangka waktu dua hari dari Malang. tapi aku belajar Ikhlas. aku belajar bahwa kadang tidak semua hal harus terjadi dengan seharusnya. kadang hal yang terjadi tidak dengan seharusnya bisa membawa kita ke tujuan yang lebih relevan bukan?.
Semeru. the tallest mountain in java. see you on the next month!.
tale of the L
kamu tidak tau apa yang saya alami. kamu tidak tau bagaimana rasanya menjadi saya. setidaknya hanya tulisan ini yang bisa membuat komunikasi diantara kita dan membuat saya lebih mengenal kamu begitu juga sebaliknya. salam hangat perkenalan dari seorang Joker :) hope you enjoy it.
Sabtu, 03 Agustus 2013
Sabtu, 22 Juni 2013
sebuah ucapan yang tidak pernah diungkapkan..
hari ini kamu berulang tahun. aku lupa ini ulang tahunmu yang
keberapa. tapi rasanya hingga sekarang aku masih belum mempunyai
keberanian untuk sekedar mengucapkan selamat atas kelahiranmu beberapa
tahun belakangan ini. tapi jangan salah sangka dulu. aku tetap
membelikanmu hadiah setiap tahunnya. terhitung sudah ada 4 hadiah yang
belum sempat aku berikan untukmu. dan tahun ini, hadiah itu bertambah
satu. aku memang belum membungkus hadiah-hadiah itu. bola basket,
lukisanmu, kaset laguku dan mp3 itu masih menghiasi kamarku untuk beberapa
tahun ini. dan sekarang, bertambah lagi. aku iri pada mereka yang bisa
dengan mudahnya mengucapkan selamat kepadamu. memberimu hadiah. atau
sekedar merayakan ulang tahun bersamamu. setiap tahunnya. aku ingin mengirimkan kata 'selamat ulang tahun' untukmu. tapi tidak bisa. bahkan, sekedar untuk mengirimkan pesan singkat pun aku belum berani. mereka yang mengucapkan selamat kepadamu di sosial media. mereka yang kamu anggap sebagai sahabat, sebenarnya sama-sama menimpan perasaan seperti aku, hanya saja mereka memungkirinya.
untukmu, yang berulang tahun untuk yang kesekian kalinya. aku hanya ingin mengucapkan 'selamat ulang tahun' dan semoga kamu segera menyadari keberadaanku disini.
untukmu, yang berulang tahun untuk yang kesekian kalinya. aku hanya ingin mengucapkan 'selamat ulang tahun' dan semoga kamu segera menyadari keberadaanku disini.
Kamis, 13 Juni 2013
segelas air putih
kamu butuh air. aku membawakannya. aku membawakan kamu air ketika kamu sedang membutuhkannya. aku membawakannya pada sebuah gelas. tapi aku tidak mengisi gelas itu penuh dengan air. aku hanya mengisi gelas itu setengah. kamu begitu kehausan. kamu memintaku untuk membawakanmu segelas air yang terisi penuh. kali ini aku membawakan kamu segelas air yang terisi penuh. tapi dahagamu belum terobati. kamu memintaku untuk membawakanmu air dalam ukuran gelas yang lebih besar. aku mencari gelas yang lebih besar, mengisinya dengan air dan aku pastikan aku mengisinya dengan penuh kali ini. aku membawa gelas itu dengan hati-hati, karena takut airnya akan tumpah. saya kembali. kembali dengan membawakan sebuah gelas besar dengan airnya yang terisi penuh. kamu sudah meminum air. kamu sudah mendapatkan air dari setiap orang yang lewat selama aku berusaha membawakanmu segelas air putih yang kamu minta. kamu sudah mendapatkan air tapi masih memintaku untuk membawakan segelas air yang terisi penuh untukmu. aku berdiri. meminum air tersebut dan memberikan gelas itu pada orang yang sudah memberikanmu air selama aku mencari air itu untukmu.
Kamis, 30 Mei 2013
es kelapa muda dan dua orang asing
saya sedang membeli segelas es kelapa muda dipinggir jalan. saya memutuskan untuk membeli minuman itu untuk memghilangkan haus dan melegakan dahaga saya setelah selama siang ini berpergian. saya duduk didekat tukang penjual es kelapa tersebut. sedikit berbincang dengan beberapa pertanyaan yang menjadikan seda gurau diantara kami. awalnya pemebeli es kelapa disiang hari itu hanya saya saja, lalu datanglah seorang pria yang menggendong anaknya untuk membeli es kelapa itu lalu meminta pesanannya untuk dibungkus, nampaknya mereka akan menikmati minuman itu dirumahnya. pria itu melemparkan senyumnya kepada saya, saya membalasnya dengan anggukan ramah. saya masih belum meminum es kelapa muda itu, saya masih sibuk mengaduk-ngaduk es kelapa itu ditangan saya agar rasanya semakin mencampur. tak lama kemudian datang seorang lelaki yang memesan es minuman itu juga, tapi ia tidak memesan es kelapa muda seperti saya. ia memesan kelapa mudanya untuk ia minum dan ia makan daging kelapanya. saya nampak heran, dan sepertinya keheranan itu nampak pada raut muka saya sehingga tanpa ditanya lelaki itu langsung mengatakan.
"sukanya yang kaya gini, rasanya jadi lebih segar dan alami, mbak".
saya hanya membalasnya dengan senyuman. saya mulai menenggak es kelapa muda saya, begitu juga dengan lelaki itu yang begitu asiknya meminum kelapa muda yang ia pesan. saya segera mengetahui bahwa apa yang sedang saya rasakan dapat langsung terbaca oleh orang yang tidak saya kenali, seperti lelaki yang satu ini. bahkan orang asing pun bisa membaca apa yang sedang saya pikirkan dan apa yang sedang saya rasakan. bukankah seharusnya kamu yang sudah mengenal saya bertahun-tahun bisa lebih peka untuk mengetahui apa yang sedang saya alami dan saya pikirkan dibandingkan dengan orang asing ini?. bahkan pria yang membawa anak itu rela memberikan senyumannya kepada saya, orang yang tidak ia kenali. mengapa sulit untuk kamu memberikan senyuman kepada orang yang telah kamu kenal bertahun-tahun?.
Rabu, 29 Mei 2013
Curhat buat Sahabat
Gaun
hitammu menyambar kaki meja, lalu menyapu ujung kakiku. Kamu sengaja
berdandan. Membuatku agak malu karena muncul berbalut jaket jins, celana
khaki, dan badan sedikit demam.
"Kamu tidak tahu betapa pentingnya malam ini," katamu, tertawa tersipu, seakan minta dimaklumi. Pastinya kamu yang merasa tampil berlebihan, karena katamu tadi di telepon, kita hanya akan makan malam sambil mendengarkanmu curhat.
Sebotol Muscat yang terbalur dalam kepingan es diantarkan ke meja. Dudukku langsung tegak. Jangan-jangan malam ini memang betulan penting.
Anggur itu berusia enam tahun. Gaun itu cuma keluar sekali dalam dua tahun. Restoran ini terakhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke-1, empat tahun yang lalu. "Ada yang perlu dirayakan? Selain kamu baru sembuh dari sakit dan aku yang gantian tidak enak badan?" tanyaku, berusaha santai.
"Malam ini aku lahir baru."
"Kamu... bertobat?"
"Bisa jadi itu istilahnya!" tawamu menggelak-gelak lepas, lalu kamu mengatur napas, "Aku... selesai."
Mataku menyipit. Menunggu penjelasan.
"Selesai! Semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu. Berhenti berharap. Cheers!" Kamu dentingkan gelasmu ke gelasku.
Bulu kudukku meremang tersapu hawa demam yang tiba-tiba melonjak sesaat dari dalam tubuh. Atau pendingin ruangan yang terlampau sejuk. Piano yang mengalun terlalu indah di kuping. Kamu terlalu cantik saat menyerukan ikrar kebebasanmu. Aku merinding lagi dan selapis keringat dingin menyembul di tepi kening.
"Kenapa?" tanyaku, dan kamu pasti sudah siap untuk itu. Untuk sepotong kata tanya itulah kamu berdandan, mengenakan baju terbaikmu, dan memilih tempat ini.
Tolong jangan tersinggung jika kubilang aku tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Pertama, akan ada jeda kosong sekurang-kurangnya tiga menit, di mana aku akan melipat tangan di dada sambil memandangimu sabar, dan kamu akan memandang kosong ke satu titik, seolah di titik itulah halte tempat berbagai kenangan tentangnya berkumpul dan siap diangkat ke seluruh tubuhmu. Mulutmu lalu berkata-kata tentangnya, matamu dipenuhi olehnya, dan tak lama lagi kamu akan terlapisi saput yang tak bisa kutembus. Hanya kamu sendirian di situ. Dan kamu tak pernah tahu itu.
Ceritamu kerap berganti selama lima tahun terakhir. Semenjak kamu resmi tergila-gila padanya. Kadang kamu bahagia, kadang kamu biasa-biasa, kadang kamu nelangsa. Namun saput itu selalu ada. Kadang membuatku ingin gila.
"Aku menyadari sesuatu waktu aku sakit kemarin." Kamu mulai bertutur setelah sembilan puluh detik menatap piano. "Satu malam aku sempat terlalu lemas untuk bangun, padahal aku cuma ingin ambil minum. Tidak ada siapa-siapa yang bisa kumintai tolong.."
Jaketku harus kurapatkan. Sensasi meriang itu datang lagi.
"Malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek. Dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku... dan segelas air putih."
Kepalamu menunduk, matamu terkatup, kamu sedang menahan tangis. Malam panjang kita resmi dimulai.
"Tapi... aku janji.. tangisan ini buat yang terakhir kali.." katamu tersendat, antara tawa dan isak. Berusaha tampil tegar.
Dan inilah saatnya aku menepuk halus punggung tanganmu. Dua-tiga kali tepuk. Dan tibalah saatnya kamu tersengguk-sengguk. Tak terhitung banyaknya. Lalu bedak dan lipstikmu meluntur tergosok tisu.
"Orang.. yang begitu tahu aku sakit.. mau jam berapapun.. langsung datang..." Susah payah kamu bicara.
Aku ingat malam itu. Hujan menggelontor sampai dahan-dahan pohon tua di jalanan rumahku rontok seperti daun kering. Teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tak punya jas hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air, yang hangat. Aku menugguinya sampai ia ketiduran. Dan wajahnya saat memejamkan mata, saat semua kebutuhannya terpenuhi, begitu damai. Membuatku lupa bahwa berbaju basah pada tengah malam bisa mengundang penyakit. Saat itu ada yang lebih penting bagiku daripada mengkhawatirkan virus influenza. Aku ingin membisikkan selamat tidur, jangan bermimpi. Mimpi mengurangi kualitas istirahatnya. Dan untuk bersamaku, ia tak perlu bermimpi.
Napasmu mulai terdengar teratur. Air mata masih mengalir satu-satu, tapi bahumu tak lagi naik turun. Kamu menatapku lugu, "Keinginan itu... tidak ketinggian, kan?"
Lama baru aku bisa menggeleng. Tak ada yang muluk dari obat flu dan air putih. Tapi kamu mempertanyakannya seperti putri minta dibuatkan seribu candi dalam semalam.
"Jadi, sekarang kamu mau bagaimana?" Demikianlah ciri khas malam curhat kita. Kamu tidak butuh instruksi. Aku hanya bertindak seumpama cermin yang memantulkan segala yang kamu inginkan. Kamu sudah tahu harus berbuat apa, sebagaimana kamu selalu tahu perasaanmu, kepedihanmu, dan langkahmu berikutnya. Kamu hanya butuh kalimat tanya.
"Aku akan diam," jawabmu dengan nada mantap yang membuat senggu dan isak barusan seolah tak pernah terjadi.
"Diam?"
"Ya. Diam! Diam di tempat. Tidak ada lagi usaha macam-macam, mimpi muluk-muluk. Karena aku yakin di luar sana, pasti ada orang yang mau tulus sayang sama aku, yang mau menemani aku pada saat susah, pada saat aku sakit.."
Kamu selalu tahu kebutuhanmu dari waktu ke waktu. Yang tidak kamu tahu adalah kamu sendirian dalam saput itu.
Gelas-gelas kita kembali diisi. Lagi, kamu mengajakku mengadu keduanya, dan kali ini dengan sumringah kamu berkata, "Demi penantian yang baru! Yang tidak muluk-muluk! Cheers!"
Sesuatu dalam ruangan ini terlalu menyakitkan bagiku. Entah semburan angin dari mesin pendingin atau suara piano yang mengiris-iris kuping. Entah anggur ini terlalu tua bagi lidahku atau cinta ini terlalu tua bagi hatiku. Kurapatkan jaketku hingga tak bisa ditarik ke mana-mana lagi.
"Kamu sakit?" Kudengar kamu bertanya dengan nada cemas. Kulihat kedua alismu spontan bertemu, menunjukkan rasa heran yang sungguhan.
"Ya."
"Gara-gara kehujanan waktu ke rumahku itu, ya?"
"Ya."
Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti. Segelas air putih.
"Kamu tidak tahu betapa pentingnya malam ini," katamu, tertawa tersipu, seakan minta dimaklumi. Pastinya kamu yang merasa tampil berlebihan, karena katamu tadi di telepon, kita hanya akan makan malam sambil mendengarkanmu curhat.
Sebotol Muscat yang terbalur dalam kepingan es diantarkan ke meja. Dudukku langsung tegak. Jangan-jangan malam ini memang betulan penting.
Anggur itu berusia enam tahun. Gaun itu cuma keluar sekali dalam dua tahun. Restoran ini terakhir kamu pilih saat ulang tahun hari jadi jatuh cintamu ke-1, empat tahun yang lalu. "Ada yang perlu dirayakan? Selain kamu baru sembuh dari sakit dan aku yang gantian tidak enak badan?" tanyaku, berusaha santai.
"Malam ini aku lahir baru."
"Kamu... bertobat?"
"Bisa jadi itu istilahnya!" tawamu menggelak-gelak lepas, lalu kamu mengatur napas, "Aku... selesai."
Mataku menyipit. Menunggu penjelasan.
"Selesai! Semua sudah selesai. Lima tahun sudah cukup. Aku berhenti menunggu. Berhenti berharap. Cheers!" Kamu dentingkan gelasmu ke gelasku.
Bulu kudukku meremang tersapu hawa demam yang tiba-tiba melonjak sesaat dari dalam tubuh. Atau pendingin ruangan yang terlampau sejuk. Piano yang mengalun terlalu indah di kuping. Kamu terlalu cantik saat menyerukan ikrar kebebasanmu. Aku merinding lagi dan selapis keringat dingin menyembul di tepi kening.
"Kenapa?" tanyaku, dan kamu pasti sudah siap untuk itu. Untuk sepotong kata tanya itulah kamu berdandan, mengenakan baju terbaikmu, dan memilih tempat ini.
Tolong jangan tersinggung jika kubilang aku tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Pertama, akan ada jeda kosong sekurang-kurangnya tiga menit, di mana aku akan melipat tangan di dada sambil memandangimu sabar, dan kamu akan memandang kosong ke satu titik, seolah di titik itulah halte tempat berbagai kenangan tentangnya berkumpul dan siap diangkat ke seluruh tubuhmu. Mulutmu lalu berkata-kata tentangnya, matamu dipenuhi olehnya, dan tak lama lagi kamu akan terlapisi saput yang tak bisa kutembus. Hanya kamu sendirian di situ. Dan kamu tak pernah tahu itu.
Ceritamu kerap berganti selama lima tahun terakhir. Semenjak kamu resmi tergila-gila padanya. Kadang kamu bahagia, kadang kamu biasa-biasa, kadang kamu nelangsa. Namun saput itu selalu ada. Kadang membuatku ingin gila.
"Aku menyadari sesuatu waktu aku sakit kemarin." Kamu mulai bertutur setelah sembilan puluh detik menatap piano. "Satu malam aku sempat terlalu lemas untuk bangun, padahal aku cuma ingin ambil minum. Tidak ada siapa-siapa yang bisa kumintai tolong.."
Jaketku harus kurapatkan. Sensasi meriang itu datang lagi.
"Malam itu rasanya aku sampai ke titik terendah. Aku capek. Dan kamu tahu? Aku tidak butuh dia. Yang kubutuhkan adalah orang yang menyayangi aku... dan segelas air putih."
Kepalamu menunduk, matamu terkatup, kamu sedang menahan tangis. Malam panjang kita resmi dimulai.
"Tapi... aku janji.. tangisan ini buat yang terakhir kali.." katamu tersendat, antara tawa dan isak. Berusaha tampil tegar.
Dan inilah saatnya aku menepuk halus punggung tanganmu. Dua-tiga kali tepuk. Dan tibalah saatnya kamu tersengguk-sengguk. Tak terhitung banyaknya. Lalu bedak dan lipstikmu meluntur tergosok tisu.
"Orang.. yang begitu tahu aku sakit.. mau jam berapapun.. langsung datang..." Susah payah kamu bicara.
Aku ingat malam itu. Hujan menggelontor sampai dahan-dahan pohon tua di jalanan rumahku rontok seperti daun kering. Teleponku berdering pukul setengah dua belas malam. Aki mobilku kering, jadi kupinjam motor adikku. Sayangnya adikku tak punya jas hujan. Dan aku terlalu terburu-buru untuk ingat bawa baju ganti. Ada seseorang yang membutuhkanku. Ia minta dibelikan obat flu karena stok di rumahnya habis. Ia lalu minta dibawakan segelas air, yang hangat. Aku menugguinya sampai ia ketiduran. Dan wajahnya saat memejamkan mata, saat semua kebutuhannya terpenuhi, begitu damai. Membuatku lupa bahwa berbaju basah pada tengah malam bisa mengundang penyakit. Saat itu ada yang lebih penting bagiku daripada mengkhawatirkan virus influenza. Aku ingin membisikkan selamat tidur, jangan bermimpi. Mimpi mengurangi kualitas istirahatnya. Dan untuk bersamaku, ia tak perlu bermimpi.
Napasmu mulai terdengar teratur. Air mata masih mengalir satu-satu, tapi bahumu tak lagi naik turun. Kamu menatapku lugu, "Keinginan itu... tidak ketinggian, kan?"
Lama baru aku bisa menggeleng. Tak ada yang muluk dari obat flu dan air putih. Tapi kamu mempertanyakannya seperti putri minta dibuatkan seribu candi dalam semalam.
"Jadi, sekarang kamu mau bagaimana?" Demikianlah ciri khas malam curhat kita. Kamu tidak butuh instruksi. Aku hanya bertindak seumpama cermin yang memantulkan segala yang kamu inginkan. Kamu sudah tahu harus berbuat apa, sebagaimana kamu selalu tahu perasaanmu, kepedihanmu, dan langkahmu berikutnya. Kamu hanya butuh kalimat tanya.
"Aku akan diam," jawabmu dengan nada mantap yang membuat senggu dan isak barusan seolah tak pernah terjadi.
"Diam?"
"Ya. Diam! Diam di tempat. Tidak ada lagi usaha macam-macam, mimpi muluk-muluk. Karena aku yakin di luar sana, pasti ada orang yang mau tulus sayang sama aku, yang mau menemani aku pada saat susah, pada saat aku sakit.."
Kamu selalu tahu kebutuhanmu dari waktu ke waktu. Yang tidak kamu tahu adalah kamu sendirian dalam saput itu.
Gelas-gelas kita kembali diisi. Lagi, kamu mengajakku mengadu keduanya, dan kali ini dengan sumringah kamu berkata, "Demi penantian yang baru! Yang tidak muluk-muluk! Cheers!"
Sesuatu dalam ruangan ini terlalu menyakitkan bagiku. Entah semburan angin dari mesin pendingin atau suara piano yang mengiris-iris kuping. Entah anggur ini terlalu tua bagi lidahku atau cinta ini terlalu tua bagi hatiku. Kurapatkan jaketku hingga tak bisa ditarik ke mana-mana lagi.
"Kamu sakit?" Kudengar kamu bertanya dengan nada cemas. Kulihat kedua alismu spontan bertemu, menunjukkan rasa heran yang sungguhan.
"Ya."
"Gara-gara kehujanan waktu ke rumahku itu, ya?"
"Ya."
Sebotol mahal anggur putih ada di depan matamu, tapi kamu tak pernah tahu. Kamu terus menanti. Segelas air putih.
Curhat buat sahabat, Rectoverso, Dee.
tale of the L: Akang dan Teteh
tale of the L: Akang dan Teteh: Akang. itu sebutan yang selalu digunakan untuk memanggil namanya. sekarang ia memanggil gadis itu dengan sebutan Teteh. Akang dan Teteh. ga...
Akang dan Teteh
Akang. itu sebutan yang selalu digunakan untuk memanggil namanya. sekarang ia memanggil gadis itu dengan sebutan Teteh. Akang dan Teteh. gadis itu memanggil dia, Akang dan Akang memanggil gadis itu dengan sebutan Teteh. Akang dan Teteh sudah saling mengenal satu sama lain sejak lama. mereka memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka dengan status sebagai sepasang kekasih. Akang dan Teteh itu sudah mencatatkan diri mereka sebagai sepasang kekasih selama dua tahun lebih hingga akhirnya sebutan itu hanya digunakan oleh si Akang, karena hubungan mereka harus terhenti ketika si Akang masih begitu mencintai gadis yang selama dua tahun itu ia panggil Teteh sebagai panggilan kesayangannya. Akang tetap menjalani kehidupannya, begitu juga dengan gadis yang pernah ia panggil Teteh. Akang telah menemukan gadis lain dalam hidupnya, tapi kali ini Akang tidak memanggil gadis itu dengan sebutan Teteh seperti sebelumnya. ia memanggil gadis itu dengan namanya atau memanggilnya dengan sebutan ayang. tapi cerita Akang dan si ayang tidak berlangsung lama. setelah putus dengan si ayang, Akang menemukan lagi cintanya kepada seorang gadis lain yang dipanggilnya si cinta. Akang sudah cukup lama menjalin hubungannya dengan gadis yang dipanggilnya cinta itu, tapi rasa yang Akang miliki tidak pernah seutuhnya seperti ketika ia pernah mencintai seorang gadis yang dipanggilnya Teteh itu. Akang memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan si cinta, walaupun hingga sekarang, mereka masih berhubungan dengan sangat amat baik, bahkan tidak ada perubahannya sama sekali seperti dulu mereka masih menjadi sepasang kekasih.
Setelah beberapa lama, Teteh tidak juga menemukan pengganti Akang di hatinya. Teteh sudah tidak mencintai Akang. sudah banyak lelaki yang melakukan upaya yang keras untuk menaklukan hati Teteh. tapi hati Teteh belum juga menemukan seseorang yang pas untuknya. hingga suatu hari Akang tidak sengaja bertemu dengan Teteh. Rasa yang Akang miliki masih sama sepeti dulu ketika Akang memanggil gadis itu dengan sebutan Teteh. tapi Teteh tidak. rasa yang dulu pernah mengisi hati Teteh untuk Akang sudah tidak sama lagi. tapi Akang tidak kenal gentar, ia terus menghubungi Teteh, berusaha untuk memiliki hati Teteh lagi. hanya saja hati Teteh yang sekarang sulit untuk diluluhkan.
Hingga hari ini, Akang masih berusaha menempati ruang yang pernah ia tempati di hati Teteh. tapi Teteh masih belum membiarkan Akang untuk masuk lagi kedalam ruangan yang sudah lama hampa itu.
Akang masih berusaha menggenggam tangan Teteh, tapi tangan Teteh masih terlalu dingin untuk Akang pegang dalam waktu yang lama.
ronan and her besties
ronan menatap gadis itu begitu dalam. aku tidak pernah melihat ia menatap siapapun seperti itu. ya, ronan, ia sosok yang sudah aku kenal lama belakangan ini. aku berteman dengannya sudah sangat lama. aku sudah sangat mengenal dia, begitu juga sebaliknya. aku bersyukur bisa mengenalnya. setidaknya untuk yang terakhir kalinya. ya, aku memilih untuk pergi dari kehidupannya. aku tidak bisa terus mempertahankan perasaanku selama ini padanya. apalagi ketika aku sadar bahwa hatinya tidak pernah aku miliki seutuhnya. aku hanya dapat berdoa, semoga ronan mendapatkan hati dari seorang gadis yang mencintainya sama seperti apa yang aku rasakan padanya. untuk saling bertemu atau mengubungi masing-masing aku tidak bisa menjawabnya setidaknya tidak hingga hati ini sudah benar-benar teisi oleh orang lain. kapan dan seperti apa sikapku ketika aku akan bertemu dengannya, biarkan waktu yang menjawabnya
Jumat, 24 Mei 2013
“ya itu semua salah kamu luvita. kamu ngebiarin semua perasaan itu
kamu simpen sendiri. kamu ga pernah mau bilang apa yang kamu rasain.
kamu ga pernah mau bilang kamu sakit hati ketika kamu sakit hati. kamu
ga pernah mau bilang kamu seneng banget ketika kamu lagi bahagia. mereka
pikir kamu itu baik-baik aja. nih yah, dengerin. Tuhan itu udah
nyiptain mulut buat apa coba?, buat komunikasikan? buat ngomongkan?.
mulut itu bukan pajangan yang bisa kamu pake buat senyum doang pas
ngehadepin mereka, atau cuma buat ketawa ketika ngeliat kelakuan mereka.
kamu punya mulut ya dipake. kalo kamu ga suka bilang kalo kamu ga suka.
kalo kamu sakit hati, ya bilang kamu sakit hati. kamu jangan suka mikir
perasaan orang lain bakal sakit hati atau engga ketika kamu bilang kalo
kamu sakit hati, mereka aja ga mikirin perasaan kamu. ga mikirin alesan
kamu ngomong kaya gitu karena apa. udahlah, speak up now or they will
hurting you more. nih yah, kamu juga harusnya ngehapus sifat kamu yang
kalo udah sayang sama orang teh malah sayaaaangg bangett jadi kalo orang
yang kamu sayang ngelakuin kesalahan tuh malah kamu maafin terus dan
bilang dalam hati ‘iya gapapa, da aku kenal dia, dia lagi emosi makanya
kaya gitu’, kamu harus berhenti ngomong gitu. orang yang malah ngejauhin
kamu, orang yang malah ngejelek-jelekin kamu, mau sekenal apapun kamu
sama dia, toleransi juga punya batasan ketika mereka terus melakukan
kesalahan yang samakan?. sorry-sorry to say nih yah,pit. kalo sifat kamu
kaya gitu kamu hidup kamu bakal terus kaya gini. emang kamu pasti jadi
sosok temen yang disukain karena sifat kamu cuma kamu bakal ngerasain
sakit hati yang sama oleh orang-orang yang ada di sekeliling kamu.”
*tertegun sejenak memikirkan itu semua._.
*tertegun sejenak memikirkan itu semua._.
me and my point of view
dua hal itu sering disalah artikan oleh orang-orang. munafik dan
toleransi. mereka mengatakan saya munafik ketika saya memberikan
toleransi. oleh karena itu saya akan menjelaskan munafik dan toleransi
versi saya, berikut penjelasannya.
1. toleransi. toleransi adalah sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. dan toleransi menurut saya adalah sikap ketika kita memaafkan dan membiarkan orang untuk melakukan suatu hal semaunya agar membuat dia dapat meluapkan perasaannya dengan tindakan,ucapan ataupun perbuatannya. toleransi juga menunjukan kita sudah mengenal karakter orang tersebut sehingga kita memaklumi perbuatan yang orang tersebut lakukan. saya menerapkan prinsip ini. jadi, ketika kamu melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan kepada saya dan saya masih berbuat baik pada kamu, bukan berarti saya adalah orang yang munafik bukan?. saya tetap berbuat baik kepada kamu karena saya sudah memahami dan menerima karakter dan sifat kamu. ketika kamu marah atau kesal, kamu akan meluapkannya dengan berkata kata-kata kasar, atau menyinggung saya di social media, atau pun menjauhi saya tanpa sebab yang jelas sebagai pelarian kekesalanmu. saya terima. karena saya tau bahwa setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk meluapkan kekesalannya.
2. munafik. munafik adalah orang yang perkataannya tidak sama dengan hatinya. dan munafik menurut saya hampir sama dengan pengertian diatas. tapi maaf. saya bukan orang yang munafik. karena ketika saya tidak menyukai atau bahkan membenci seseorang. saya tidak akan berbuat baik ataupun berpura-pura baik pada orang tersebut. karena ketika saya tidak menyukai orang tersebut saya hanya akan menjaga jarak hubungan saya kepada orang tersebut agar rasa tidak suka saya tidak semakin membesar dan orang yang tidak saya sukai pun nyaman dengan kehidupannya,dan yang penting menjauhkan saya dan orang-orang disekeliling saya untuk membicarakan orang tersebut. jujur, saya tidak suka ketika saya dibilang munafik karena saya memang bukan orang yang munafik. saya tidak bisa menyalahkan mereka yang memanggil saya munafik karena sifat toleransi yang saya berikan disalah artikan oleh mereka dan malah menyebut saya munafik.
jika saya tidak suka pada seseorang, saya berusaha untuk hanya membicarakan dan mengadukannya pada Tuhan. dan bukan pada orang, karena mereka tidak akan membantu saya, dan malah hanya membuat dosa-dosa saya semakin menumpuk. saya pun bukan orang yang suka mencari masa untuk ikut memusuhi atau ikut membenci orang yang tidak saya sukai. jadi, untuk kamu yang masih suka menyalah artikan toleransi saya kepada orang lain, setidaknya tulisan ini bisa membantu kamu untuk lebih mengenal saya. karena saya yakin, ketika kamu berkata saya adalah orang yang munafik, itu hanya karena kamu sedang kesal dan meluapkannya dengan mengatakan hal itu kepada saya. yah, setidaknya toleransi itu selalu memberikan ruang pada hidup saya bagi orang-orang seperti kamu. terimakasih.
1. toleransi. toleransi adalah sikap dan perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat. dan toleransi menurut saya adalah sikap ketika kita memaafkan dan membiarkan orang untuk melakukan suatu hal semaunya agar membuat dia dapat meluapkan perasaannya dengan tindakan,ucapan ataupun perbuatannya. toleransi juga menunjukan kita sudah mengenal karakter orang tersebut sehingga kita memaklumi perbuatan yang orang tersebut lakukan. saya menerapkan prinsip ini. jadi, ketika kamu melakukan suatu perbuatan yang tidak menyenangkan kepada saya dan saya masih berbuat baik pada kamu, bukan berarti saya adalah orang yang munafik bukan?. saya tetap berbuat baik kepada kamu karena saya sudah memahami dan menerima karakter dan sifat kamu. ketika kamu marah atau kesal, kamu akan meluapkannya dengan berkata kata-kata kasar, atau menyinggung saya di social media, atau pun menjauhi saya tanpa sebab yang jelas sebagai pelarian kekesalanmu. saya terima. karena saya tau bahwa setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk meluapkan kekesalannya.
2. munafik. munafik adalah orang yang perkataannya tidak sama dengan hatinya. dan munafik menurut saya hampir sama dengan pengertian diatas. tapi maaf. saya bukan orang yang munafik. karena ketika saya tidak menyukai atau bahkan membenci seseorang. saya tidak akan berbuat baik ataupun berpura-pura baik pada orang tersebut. karena ketika saya tidak menyukai orang tersebut saya hanya akan menjaga jarak hubungan saya kepada orang tersebut agar rasa tidak suka saya tidak semakin membesar dan orang yang tidak saya sukai pun nyaman dengan kehidupannya,dan yang penting menjauhkan saya dan orang-orang disekeliling saya untuk membicarakan orang tersebut. jujur, saya tidak suka ketika saya dibilang munafik karena saya memang bukan orang yang munafik. saya tidak bisa menyalahkan mereka yang memanggil saya munafik karena sifat toleransi yang saya berikan disalah artikan oleh mereka dan malah menyebut saya munafik.
jika saya tidak suka pada seseorang, saya berusaha untuk hanya membicarakan dan mengadukannya pada Tuhan. dan bukan pada orang, karena mereka tidak akan membantu saya, dan malah hanya membuat dosa-dosa saya semakin menumpuk. saya pun bukan orang yang suka mencari masa untuk ikut memusuhi atau ikut membenci orang yang tidak saya sukai. jadi, untuk kamu yang masih suka menyalah artikan toleransi saya kepada orang lain, setidaknya tulisan ini bisa membantu kamu untuk lebih mengenal saya. karena saya yakin, ketika kamu berkata saya adalah orang yang munafik, itu hanya karena kamu sedang kesal dan meluapkannya dengan mengatakan hal itu kepada saya. yah, setidaknya toleransi itu selalu memberikan ruang pada hidup saya bagi orang-orang seperti kamu. terimakasih.
Langganan:
Postingan (Atom)